PUNK : Just Another Words...

Beberapa waktu lalu di koran lokal diberitakan beberapa orang punk rock ditahan oleh polisi saat konser karena lirik lagunya dianggap menghina institusi aparat negara tersebut.
Hmhh... punk rock. Sebuah topik yang gak akan pernah selesai dibicarakan dan diperdebatkan -bahkan oleh individu di dalamnya- mengenai definisi dan segala tetek bengek lainnya. Tiba-tiba saja semua orang menjadi sok tahu dan sok pintar dalam mendefinisikan punk -sesuatu yang sesungguhnya tidak terlalu perlu definisi tapi sangat perlu implementasi- sekaligus memberi batasan-batasan tentangnya.
Muak dan bosan rasanya ketika sampai hari ini masih ada aja orang yang melontarkan pertanyaan dan pernyataan padaku seperti ini : Lo anak punk ya?, Anak punk kok gak Mohawk? Kok ga pake boot? Kok ga mabok? Blahblahblahblah...
Bagiku seorang punk gak bisa diukur dari seberapa sering dia nongkrong di jalan, seberapa keren Mohawk-nya atau seberapa banyak alkohol yang masuk dalam tubuh setiap harinya. Dan sebaiknya emang gak usah dukur. Jalani saja. Jalani saja punk menurut versi kamu tanpa perlu men-judge orang lain punk atau tidak. Mau chaos, political, street punk atau apa sajalah. Silahkan saja. Bebas. Tinggal pilih. Semoga saja tidak ada lagi back stabbing diantaranya. Semoga aja saling support.
Sejak beberapa tahun terakhir aku sudah gak lagi melabeli diriku sebagai punk meski falsafah dan pemikiran punk masih ada pada diriku. Dan aku percaya hal itu gak akan pernah hilang dari diriku. Terkadang juga aku merasa skinhead. Memang aku suka dan tertarik dengan beberapa pemikiran dan attitude skinhead. Terlebih setelah aku bekerja dan merasa menjadi working class. Tak peduli pada stigma bahwa skinhead identik dengan sayap kanan. Toh gak semua skinhead fasis. Aku benar-benar tertarik dengan pemikiran skinhead soal keluarga, persahabatan, kemandirian, kerja dan tentu saja sepak bola.
Plin plan? Gak konsisten? Gak juga! Kan sudah kubilang kalo aku gak terlalu peduli lagi dengan segala macem pelabelan yang dulu sempat kubanggakan. Pelabelan hanya membuatku serasa terkurung dan gak bebas. Intinya I just take a good (and logical) part from those both sides. Is it clear?
Tapi sayang disini punk, Skinhead, HxC dan sebangsanya belum bisa menjadi sebuah kultur perlawanan seperti hakekat dan tujuan awal dari punk. Disini masih sebatas kultur. Belum counter culture. Counter culture dalam punk hanya masih sebatas pada lirik lagu yang diteriakkan pada saat konser. 'fuck the police, smash the state' masih sebatas hanya jargon-jargon standar yang seolah-olah password untuk menjadi seorang punk. Tapi aku percaya masih ada individu-individu yang benar-benar mengimplementasikan falsafah punk ke dalam kehidupannya. Meski aku sadar individu-individu tersebut jumlahnya gak banyak. Semoga saja mereka tetap konsisten menjalankannya.
Postingan ini tidak bermaksud untuk menggurui atau mencoba mendefinisikan apa dan bagaimana punk itu seharusnya. Karena dalam punk tidak ada ke'harus'an. Ini hanyalah opini subyektif soal punk dimana aku pernah -dan semoga masih- hidup didalamnya. So jika kalian tanyakan lagi padaku apakah aku seorang punk maka dengan tanpa ragu akan kujawab 'bukan! Gw anak baek-baek.'
;-)
= tulisan dan materi soal punk bisa dicari di search engine favorit kalian. Tinggal ketik 'punk' lalu enter =
25/06/2006












0 comments:
Post a Comment